
Selama masa lima tahun, saya menghabiskan waktu belajar di Gregorian University di kota Roma. Seperti biasa sebagian waktu saya gunakan untuk bekerja sebagai turis guide= melayani para turis. Salah satu tempat yang paling banyak saya tunjukkan dan banyak diminati adalah disebut La Scala Santa The Holy Stairs yang terdiri dari 28 anak tangga yang terbuat dari marmer dan diberi penjagaan dengan papan kayu. Letaknya tepat berhadapan dengan Basilica of San Giovanni Laterano.
Menurut tradisi gereja katholik, tangga ini merupakan bagian dari tempat pengadilan Pilatus di Yerusalem, dimana Yesus sempat menaiki ketika waktu saat penderitaan. Menurut legenda abad pertengahan percaya bahwa tangga yang dianggap suci, adalah berasal dari tahun 326 A.D. yang dibawa dari Yerusalem oleh Ratu Helena, ibu dari Caesar Constantine yang Agung. Membuat para peziarah peziarah yang datang sangat rindu dan tulus ingin turut menaiki dengan menggunakan lututnya, sambil mengucapkan doa doa yang telah dicatat khusus. Percaya dengan ini mereka akan menyucikan diri di Purgatory.
Pada bulan September tanggal 2 tahun 1817, Paus Pius VII membuka kesempatan kepada para peziarah, menaiki tangga seperti yang diwajibkan untuk mendapat penyucian diri selama waktu 9(sembilan )tahun untuk menaiki setiap tangga. Penyucian diri adalah sebuah pengampunan yang terbatas atas hukuman sementara bagi para penderita dalam hidupnya atau di purgatory seperti diartikan pengampunan terhadap dosa yang kecil yang telah dibuat dalam hidup.
Pada suatu ketika, saya berkesempatan membawa rombongan para turis dari Amerika ke tempat The Holy Stairs (tangga suci) ini sambil menghujani pertanyaan pertanyaan. Begitu tiba ditempat ini, kami di pandu oleh seorang rahib yang akan membawa kami masuk ke bagian tempat suci. Ditempat ini kami diberi sebuah kartu dengan gambar the holy stairs pada salah satu halaman, dan dihalaman lain tercatat instruksi bagaimana untuk menerima 9 tahun penyucian bagi setiap mendaki satu tangga.
Selesai membaca instruksi, salah satu turis Amerika mulai bertanya kepada si imam, “Bapa! Tolong terangkan kepada saya, apa yang akan terjadi bila saya menaikki tangga seperti yang dicatat sebanyak 4(empat) kali yang berarti jumlahnya 1008 tahun penyucian, tetapi saya hanya butuh 500 tahun untuk transit dari purgatory menuju sorga? Dan apa yang akan terjadi dengan 508 tahun yang kelebihan?”
Si rahib menjawab dengan gaya seorang yang saleh: “ Anakku, jangan kuatir terhadap kelebihan waktu penyucian, sebab secara langsung Tuhan akan berikan itu kepada keluarga anda yang ada di Purgatory”
Kisah ini telah memberi gambaran bagaimana perasaan takut terhadap purgatory telah mempengaruhi para umat katholik yang datang untuk berziarah ke tempat suci ini, hanya untuk melakukan disiplin yaitu menaikki tangga suci, berpuasa, memberi sedekah, mengulangi doa doa untuk mereka yang telah mati, terlebih lagi membayar misa untuk mengenang mereka yang telah mati. Semuanya dilakukan demi mengharapkan dapat mempersingkat hukuman sementara di purgatory bagi dirinya atau bagi keluarga atau bagi mereka yang dicintai.
Pengalaman Marthin Luther
Ketika Luther berada di kota Roma pada musim gugur tahun 1510, untuk melakukan disiplin bagi perubahan di biara Agustinian di Jerman. Ia juga berharap untuk menolong orang tuanya yang telah lama meninggal agar keluar dari purgatory, sambil melakukan misa di St. John Lateran basilicas diseberang jalan tempat tangga suci yang terkenal itu. Ternyata hasil dari pengalaman ini memberi bukti yang lain. Ketika ia menaikki tangga sambil bertelut untuk 28 anak tangga yang terkenal suci ini, dengan maksud mendapatkan penyucian melakukan perbuatan yang telah berlaku sejak dari Paus Leo IV tahun 850 A.D. Setiap anak tangga ia naik, se olah olah terdengar ayat Alkitab memprotes dalam telinganya “Orang benar akan hidup oleh iman” (Roma 1;17)
Menurut putra Luther yang bernama Paul, ketika ia mendengar firman ini ia sadar bahwa terjadi pertentangan dari perbuatan yang dilakukannya dengan firman yang didengarnya. Pada ketika itu ia langsung berdiri dan berbalik lalu jalan menuruni tangga.
Kemudian pada akhir tahun 1512, ketika Luther mengulangi mempelajari Roma 1:17 sementara mempersiapkan kothbah mengenai buku Roma, ia mengulangi membaca:
“Sebab didalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis, orang benar akan hidup oleh iman.”
Ayat ini bagi Luther bagaikan pintu ke sorga, sebab telah mengangkat dan membuang semua beban yang ingin menyatakan bahwa dirinya berharga dihadapan dihadapan Allah. Kegembiraan dan kebahagiaan yang tidak ter ucapkan timbul dalam hatinya.
Dengan damai yang baru ditemukan, Luther merasakan bahwa disiplin yang melampaui batas yang dibuat oleh gereja sudah tidak sanggup diterima. Diperkuat oleh seorang pedagang yang terkenal jahat bernama Johan Tedzel seorang berasal dari Dominika. Seorang komisioner penjual surat “pengampunan dosa” untuk mencari dana bagi pembangunan kathederal St. Peter di Roma. Slogan untuk menjual mirip sebuah nyanyian yang hina;
“Begitu terdengar uang logam berbunyi di peti uang, jiwa dari purgatory akan melompat keluar.”
Luther menentang habis habisan slogan ini yang diumumkan didalam bagian dari 95 thesis, yang dipakukan dipintu gerbang gereja di Wittenberg pada bulan October 31, tahun 1517.. Thesis ke 27 disebut; hanya doktrin manusia yang berkata, begitu uang berbunyi masuk ke peti, jiwa akan keluar dari purgatory.
Thesis 28: Dapat dipastikan bahwa bila uang telah masuk ke peti, serakah dan kikir akan bertambah, dan bila gereja menjadi pengantara maka hasilnya ada dalam tangan Tuhan.
Tantangan Luther terhadap doktrin purgatory, merupakan pukulan yang pertama yang dicatat yang menjadi permulaan dari Reformasi. Sebelumnya Luther hanya menolak sebagian doktrin itu dan tidak seluruhnya. Baru kemudian doktrin purgatory dia tolak secara terbuka, dan juga dilakukan oleh para reformasi yang lain dan menyatakan bahwa:
“Jiwa dilepaskan dari dosa oleh iman akan Kristus, tanpa perbuatan, oleh sebab itu mendapat keselamatan dan langsung masuk sorga.”
Dari semua pengajaran gereja katholik, doktrin purgatory telah memberikan pengertian yang jelas bagaimana sistim keselamatan menurut kepercayaan yang telah dikeluarkan oleh gereja. Untuk mengerti bagaimana sistim ini bekerja, kita perlu mempertimbangkan kepercayaan yang berkaitan satu dengan lain, misalnya ; simpanan dalam bentuk jasa, doa doa bagi diri sendiri maupun bagi mereka yang telah mati, dan penyucian bagi mereka yang telah meninggal.
Pokok masalah yang akan dibahas
Dalam mempelajari kepercayaan doktrin purgatory dan pentingnya masalah yang terkait, kita perlu mempertimbangkan beberapa hal. Terlebih dahulu kita perlu membuat definisi dari kepercayaan menurut ajaran katholik apa yang dimaksud dengan “purgatory”. Kemudian alasan kepercayaan itu dilihat dari sudut ajaran menurut Alkitab. Maka pokok masalah akan dibagi menjadi tiga hal yang penting.
1. Doktrin gereja katholik mengenai Purgatory
2. Sejarah singkat mengenai Purgatory
3. Dasar ajaran Alkitab untuk menolak doktrin Purgatory.
Doktrin Katholik mengenai Purgatory
Salah satu ajaran yang sangat unik dan penting di dalam gereja katholik. Kepercayaan ini didasarkan atas pengajaran bahwa keselamatan adalah suatu proses berkala (gradual process) dari penyucian, yang dimulai dari sakramen baptisan ketika masih bayi dan kasih penyucian ini telah dimasukkan kedalam tubuh bayi dan terus menerus tinggal dalam kehidupan hingga terakhir di purgatory. Proses penyucian akan membuat jiwa menjadi suci dan mewarisi suatu yang menyenangkan Tuhan.
Penyucian jiwa dicapai melalui doa, puasa, memberi sedekah, dan ziarah ketempat suci untuk penyucian dan melakukan misa. Semua perbuatan ini akan menyenangkan Tuhan. Secara singkat doktrin dibagi atas beberapa komponen.
1. Penebusan Kristus melalui pengorbanan hanya menyelamatkan kita dari “reatus culpae”= kesalahan dosa kita dan hukuman kematian yang kekal.
2. Untuk semua dosa yang dilakukan setelah baptisan, maka umat percaya harus membuat kesempurnaan melalui penebusan dan perbuatan baik.
3. Sebelum jiwa masuk sorga, terlebih dahulu harus bersih dari semua dosa dan sempurna sesuai dengan tuntutan pengadilan sorga.
4. Bila kesempurnaan dan penyucian jiwa belum diselesaikan pada kehidupan yang sekarang, maka itu harus disempurnakan nanti setelah mati di purgatory
5. Misa Eucharist= misa korban perdamaian untuk menjamin pengampunan dosa setelah baptisan, diatur menurut ketentuan imam yang bertugas. Sehingga misa yang dilakukan bagi jiwa di purgatory, akan mengurangi dan meringankan hukuman yang sementara.
6. Paus dan wakil wakilnya , berikut para imam, berkuasa mengampuni dosa, jadi membebaskan orang berdosa yang mau bertobat dari tuntutan yang diminta untuk jadi sempurna.
Biasanya ini dilakukan dengan memberikan pengampunan sebagian atau penuh sama sekali sempurna, yang akan mengurangi atau menghapuskan hukuman sementara di purgatory. Dalam pelajaran ini dapat dilihat bahwa gereja katholik, sama sekali mengabaikan bahwa proses penyucian atau pembersihan dalam kehidupan adalah suatu proses pengalaman yang terjadi dalam kehidupan, dan bukan setelah mati di purgatory.
(1Korintus 3:10-13; 2Korintus 5:10; Roma 81-6)
Bagi orang percaya, pengalaman setelah mati seperti yang dikupas dalam 1Korintus ayat 3. adalah suatu kemuliaan yang terjadi pada kebangkitan pagi ketika kedatangan Kristus. Lebih lanjut kita akan lihat bahwa dalam Alkitab, penyucian bukanlah sebuah proses untuk membayar hutang dosa yang akan diteruskan di purgatory, tetapi proses melalui kasih karunia Tuhan melepaskan kita dari kuasa dosa yang ada dalam hidup kita.
Tujuan Purgatory
Dalam theology katholik, tujuan purgatory adalah untuk mencapai penyucian yang sempurna dari segala bekas dosa, sebelum jiwa dapat datang kehadapan Allah.
Thomas Aquinas telah menerangkan ajaran ini secara jelas. Sebab itu dalam ulasan ini saya akan banyak mengutip catatan dari beliau, sebab dia telah dianggap sebagai salah seorang yang paling berpengaruh sebagai theology katholik, satu satunya orang yang telah melengkapi kepercayaan ajaran katholik lebih dari pada orang lain.
Pontifical Gregrorian University dimana saya belajar sampai lima tahun, sebagai mahasiswa theology kami diwajibkan mengambil mata pelajaran dari Aquinas theology yang dikenal sebagai “Thomistic Theology” oleh karena summa teologica dianggap sebagai suatu yang dapat memberikan pengertian yang paling rational untuk menjelaskan dan mempertahankan doktrin katholik, sehingga ia sering dijuluki sebagai “the angelic Doctor”
Aquinas secara jelas menerangkan bahwa; “Tujuan utama dari hukuman di Purgatory adalah membersihkan kita dari dosa yang masih tinggal, akibatnya hanya penderitaan akibat api yang di purgatory menjadi api yang membersihkan dan menghanguskan.
Apa yang Aquinas ingin jelaskan adalah, penderitaan akibat sakit di neraka adalah oleh sebab segala macam siksaan untuk menghukum orang jahat selama lamanya.
Di purgatory rasa sakit hanya disebabkan oleh api, dan api dapat membersihkan dan menghanguskan dosa yang masih tinggal. Dengan membersihkan sisa dosa, purgatory kelihatan lebih pantas menjadi kelanjutan dari proses keselamatan yang dimulai dari hidup yang sekarang dan ini adalah proses yang telah dijalankan oleh gereja.
Api yang ada di purgatory dasarnya sama dengan api yang ada di neraka. Bedanya bukan bentuknya, akan tetapi fungsinya. Mengutip ucapan Paus Gregory, Aquinas berkata:
“Didalam api yang sama, emas dapat dimurnikan dan sekam dapat dihanguskan, begitu juga dengan api yang sama orang berdosa dibakar (di neraka) dan orang yang dipilih di bersihkan (di purgatory). Sebab itu api Purgatory adalah sama dengan api neraka…. Purgatory mirip atau sama seperti neraka. Aquinas menggambarkan fungsi purgatory, membandingkan dengan orang yang berhutang. Siapa yang berhutang, akan bebas dari hutang dengan membayar hutang itu, oleh karena tuntutan hutang tidak lain adalah hutang hukuman atas perbuatan yang salah, maka yang bersangkutan akan dibebaskan dari tuntutan dengan melakukan hukuman yang dia harus jalani. Dengan demikian hukuman purgatory inilah telah menghapuskan hutang yang harus dibayar dalam bentuk hukuman.”
Dalam ajaran agama katholik, terdapat perbedaan antara menebus hukuman yang dilakukan semasa hidup dan hukuman yang dilakukan di purgatory. Seorang peneliti Jesuit, John A.Harden.S.J. dalam bukunya “The Doctrine of Purgatory” menjelaskan perbedaan dengan sebuah ulasan sebagai berikut:
“Kita juga membedakan antara “menebus hukuman” yang dibayar oleh jiwa yang menderita didalam status karunia sebelum mati. Dimana sebelum mati, jiwa dapat membersihkan dirinya sendiri dengan memilih untuk disiksa oleh sebab dosa dan mendapat jasa untuk siksaan itu. Jiwa di purgatory tidak bisa memilih atau menerima jasa atas siksaan dan tidak menerima kemuliaan, dan disucikan hanya atas dasar persetujuan pengadilan sorga.”
Penderitaan fisik seseorang dapatkah menyucikan dosa?
Pengertian bahwa jiwa di purgatory tidak mempunyai pilihan dan harus disiksa dan terima secara pasif didalam api penyucian, sampai Tuhan merasa puas bahwa mereka cukup bersih untuk boleh masuk sorga. Di anjurkan bahwa siksaan fisik dapat menyucikan dosa, tanpa mempunyai kebebasan moral untuk menjalankan pilihan. Pengajaran yang akan kita lihat lagi nanti, sangat berbeda dengan ajaran Alkitab mengenai keselamatan yang diperoleh oleh penebusan dan penderitaan Kristus dan bukan oleh penderitaan fisik orang berdosa. Penderitaan fisik seorang, dapat membuat orang berdosa berbalik bertambah keras, sama seperti pengalaman salah seorang pencuri yang disalib disamping Kristus.
Alkitab mengajar bahwa “Yesus menyucikan dosa melalui salib” (Ibrani 1:3)
“Darahnya dapat menyucikan hati nurani kita dari perbuatan sia sia (Ibrani 9:14)
Tidak ada hukuman sementara yang tertinggal dimana orang harus tebus di Purgatory untuk bekas dosa, oleh sebab Yesus telah membayar semuanya;
“Ia adalah perdamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.” (1Johanes 2:2)
Sehingga dasar utama dari “Berita Kesukaan” dari Injil telah ditolak oleh doktrin katholik mengenai Purgatory.
Sistim penyesalan dari Katholik Roma
Doktrin purgatory adalah salah satu bagian yang paling lengkap dari sistim penyesalan dari ajaran katholik Roma. Menurut sistim ini , dosa terbagi atas “Culpa et paena” ini adalah “perbuatan salah dan hukuman”. Melalui pengorbananNya, Kristus telah menanggung seluruh kesalahan kita dan melepaskan kita dari hukuman selama lamanya di neraka.. Tetapi orang berdosa harus menanggung “paena”, ini adalah hukuman sementara dari dosa, dan membuat sempurna melalui penebusan dosa dan perbuatan baik. Kesempurnaan harus lengkap dan jiwa disucikan dari segala dosa sebelum masuk kedalam sorga. Setiap dosa berhutang hukuman sementara yang dibebankan kepada orang berdosa untuk penebusan, siksaan, dan penyucian yang dikreditkan kepada dirinya.
Karena orang berdosa tidak mungkin sanggup untuk mencapai kesempurnaan yang lengkap selama hidup di dunia, membuat purgatory setelah mati menjadi sangat penting untuk menutupi kekurangannya.
Thomas Aquinas memberi penjelasan lebih lanjut dalam konsepnya berkata:
“Apabila seorang mencintai dan percaya kepada Kristus, gagal untuk menyucikan dosanya didalam hidupnya, ia akan dibebaskan (dari dosa) setelah mati melalui api penyucian di purgatory. Sebab itu sisa dosa yang ketinggalan setelah penyucian waktu hidup, seorang yang menyesal dari kesalahan dan setelah diampuni meninggal sebelum mencapai kesempurnaan, akan dihukum di purgatory . Siapa yang ditolak di purgatory akan berhadapan dengan pengadilan Tuhan”
Paus Paul VI mengulangi pengajaran ini didalam Apostolic Konstitusi mengenai penyucian yang diumumkan pada Januari 1, 1967 dia berkata:
“Hukuman bagi sisa dosa yang masih tinggal yang akan ditebus atau disucikan… Walaupun setelah pengurangan kesalahan, dengan jelas telah diperlihatkan melalui doktrin Pulgatory.”
Malahan di purgatory, jiwa mereka yang mati didalam pengasihan Tuhan dan sungguh sungguh bertobat, tetapi belum disempurnakan dengan buah yang baik dari penebusan dosa dan penghapusan, akan dibersihkan setelah mati dengan hukuman di purgatory. Pengajaran bahwa dosa yang telah diampuni oleh pimpinan dan penjabat dari gereja katholik, tetap harus ditebus melalui hukuman yang dikenakan pada orang berdosa yang mau bertobat dalam kehidupan yang sekarang, dan juga untuk sebagian besar orang yang sudah mati di purgatory. Semua ini berasal dari doktrin katholik mengenai menjadi sempurna dan sama sekali tidak terdapat dalam Alkitab.
Menurut doktrin ini, sebelum dosa dapat diampuni, perbaikan harus dilakukan melalui, puasa, memberi sedekah, mengulangi pembacaan doa doa, ziarah tempat suci, dan pebuatan yang baik.
Penolakan terhadap Injil “Berita Kesukaan”
Di dalam doktrin katholik, orang berdosa yang diampuni masih harus membayar hukuman oleh sebab dosanya, dan ini sangat bertentangan dengan Injil, yang mengatakan bahwa;
“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (1 Johanes 1:9)
Ayat ini jelas berkata bahwa Allah setia dan adil, mengampuni, dan menyucikan kita bila kita mengaku dosa kita. Penyucian dari dosa adalah hasil karunia Allah, bukan usaha manusia melalui api siksaan di purgatory. Darah Kristus menyucikan kita dari dosa kita. Bukankah dosa Paul semuanya diampuni, pada saat ia percaya?
Bukankah Yesus sendiri berkata kepada pencuri di kayu palang, bahwa akhirnya akan bersama Dia dalam kerajaan sorga, apakah setelah membayar hutang hukuman untuk dosanya di Purgatory? Sangat disayangkan bahwa doktrin katholik mengenai kesempurnaan jiwa telah menolak kelengkapan pengorbanan Kristus, dengan menyatakan bahwa Allah, setelah mengampuni kesalahan orang berdosa melalui pengorbanan AnakNya, masih tetap mengharapkan orang itu untuk membayar hukuman sementara untuk dosanya. Inilah dinamakan “hukuman sementara” untuk membedakan dari “hukuman kekal” bagi mereka yang tidak selamat di neraka.
Seluruh issue makin tambah hangat dengan maraknya pertanyaan pertanyaan yang timbul seperti dibawah ini:
Apakah keselamatan adalah kasih karunia Allah atau usaha manusia melalui perbuatan? Apakah kematian Kristus hanya menanggung kesalahan kita dan hukuman kekal dari kesalahan kita, tetapi bukan hukuman sementara?
Apakah Alkitab membuat perbedaan antara hukuman sementara yang kita tanggung dan hukuman kekal yang Kristus tanggung untuk kita?
Apakah kesalahan seorang dapat secara resmi dipindahkan keatas orang lain yang tidak bersalah ? Sistim pengadilan menurut manusia jelas mengatakan bahwa kesalahan orang tidak mungkin di pindahkan kepada orang lain yang tidak bersalah.
Tetapi untuk hukuman khusus, misalnya dalam kesalahan lalu lintas dikenakan Tilang, maka ini dapat dihibahkan kepada puhak ketiga, yakni orang tua membayar tilang anaknya. Alkitab tidak membedakan kesalahan atau hukuman bagi dosa yang telah dihapus oleh pengorbanan Kristus. Secara sederhana Alkitab berkata:
“Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa.”(Roma 5:8)
“Kristus telah mati karena dosa dosa kita." (1Korintus 15:3)
“Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukan oleh karena kejahatan kita…… Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.” ( Yesaya 53:5-6)
Ayat ayat diatas dengan jelas menyatakan bahwa penebusan Kristus, telah membayar lengkap hukuman untuk dosa dosa kita. Pengajaran yang mengajarkan bahwa orang berdosa yang ingin bertobat harus menyiksakan dirinya dalam hukuman sementara oleh karena dosa, jelas suatu penolakan terhadap penebusan yang lengkap dari pengorbanan Kristus. Dasar pengajaran Alkitab kita akan lanjutkan kembali nanti.
Lamanya waktu di Purgatory
Hukuman di purgatory adalah sementara, bukan kekal seperti di neraka, oleh karena “api penyucian” tidak akan dilanjutkan hingga sampai di pengadilan umum nanti.
Dengan kata lain, menurut ajaran katholik, api penyucian di purgatory hanya berlangsung sampai pengadilan umum yang dilakukan pada ketika kedatangan Kristus. Setelah pengadilan akhir, purgatory akan ditutup dan kemudian hanya ada sorga dan neraka.
Pengajaran ini sangat bertentangan dengan nasib dari orang berdosa yang bertobat mati atau masih hidup ketika Kristus datang untuk menutup purgatory. Apakah mereka yang berdosa ini akan mendapat pembebasan khusus, untuk memasuki sorga tanpa lebih dahulu disucikan oleh api penyucian di purgatory? Apakah Tuhan memberikan standard ganda? Bagi orang yang telah mati jauh sebelum hari pehukuman, dan bagi mereka yang mati segera sebelum hari itu? Dan bagaimana bagi orang percaya yang masih hidup pada saat kedatangan Kristus? Apakah mereka diterima ke sorga tanpa penyucian purgatory untuk dosa yang kecil? Semua pertanyaan pertanyaan ini menunjukkan tidak masuk akalnya dari doktrin Purgatory.
Keheibatan Purgatory
“Kesakitan dari siksaan di purgatory” tulis Aquinas, “lebih mengerikan daripada semua siksaan didunia” Keheibatan dan lamanya siksaan di purgatory bergantung dari banyaknya dosa yang dibuat selama hidup Artinya orang mungkin akan mengalami penyucian dari api penyiksaan purgatory, dari beberapa jam hingga berapa ribu tahun tergantung dari besarnya dosa.
Beberapa dosa yang kecil lebih melekat dibanding yang lain menurut kadar kesusahan untuk membersihkan, dan ini diatur bahwa ada beberapa akan mengalami sijsaan Purgatory lebih lama daripada yang lain, sebanyak dari kesusahan yang melekat dalam dosa itu.
“Beratnya hukuman adalah sebanding dengan banyaknya kesalahan. Dan lamanya siksaan juga sebanding dengan keteguhan dosa yang berakar didalam orang itu.”
Jadi bisa saja seorang akan ditahan lebih lama dan mendapat siksaan lebih sedikit atau sebaliknya. Jiwa yang mengalami siksaan di purgatory bisa mendapat keringanan, atau pengurangan waktu dengan jalan mengucap doa doa, memberi sedekah, menyucikan diri terutama melalui misa. Alasannya ialah bahwa purgatory diatur oleh kebijaksanaan dan kekuasaan dari Paus dan pimpinan yang mewakili seperti imam.
Mereka yang memiliki hak untuk memutuskan atas dasar kebijaksanaan apakah mengampuni keseluruhannya atau sebagian dari hukuman dosa untuk menebus dosa yang ditahan di purgatory. Jadi pengajaran ini didasarkan atas pemindahan “simpanan jasa”yang bisa disamakan seperti “bank di sorga” yang diatur oleh gereja.
Bank sorga menyimpan jasa dari Kristus, Maria dan orang orang suci yang lain. Lebih jauh kita akan pelajari bahwa ajaran ini sangat bertentangan dengan Alkitab mengenai keselamatan yang diberikan atas dasar kasih karunia Allah, dan bukan oleh keringanan atau pengasuhan dari gereja.
Sejarah singkat mengenai Purgatory
Sejarah singkat asal mulanya dan perkembangan doktrin Purgatory, akan memberikan keterangan yang sebatas kemampuan dalam bagian ini. Paling banyak yang dapat diberikan hanya beberapa bagian penting saja dari seluruh perkembangan ini.
Asal mulanya Purgatory
Asal mulanya doktrin ini berjalan bersama dengan asal mulanya kepercayaan “kebakaan jiwa”, sebab kedua kepercayaan ini saling mengikat. Yang pertama tergantung dari yang berikutnya yaitu tempat dimana jiwa lebih dahulu dimurnikan oleh api penyucian sebelum masuk ke sorga.
Apabila keseluruhan gereja Kristen tetap memegang kebenaran pandangan konsep hidup manusia seperti dalam Alkitab. Dan menolak pandangan dualisme dari faham peninggalan filsafat Grieka mengenai jiwa yang fana dan kebakaan jiwa, maka dipastikan tidak akan berkembang doktrin pulgatory atau doktrin api neraka.
Alasannya sederhana, bila jiwa yang kita singgung terdahulu, memberi semangat kehidupan pada tubuh yang satu kali akan mati, kalau begitu tidak mungkin ada jiwa yang sanggup bertahan di purgatory, di neraka, maupun disorga.
Adolph Harnack seorang ahli sejarah terkenal abad ke 19 dari Jerman, mengemukakan bahwa purgatory doktrin masuk kedalam tubuh gereja melalui dualisme Helenistik philosophy dan mewakili penyelusupan yang bukan “Alkitabiah” dan “pikiran yang tidak rialistik” kedalam agama Kristen. Saya setuju dengan pikiran ini, lebih dari itu telah saya singgung bahwa pandangan dualisme Plato mengenai alam manusia, telah masuk kedalam gereja Kristen pada akhir abad ke -2.
Sudah diperkenalkan lebih dahulu oleh Tertullian, kemudian oleh Origen, Augustine, dan Thomas Aquinas. Begitu pula, juga benar bahwa beberapa dari pengertian doktrin purgatory telah masuk ke dalam gereja Kristen pada waktu yang bersamaan, walaupun secara resmi berlakunya doktirn ini tidak terjadi sampai mendekati abad ke 12.
“Purgatory” Grieka yang ditiru oleh orang Yahudi
Paham penyucian jiwa oleh api penyucian setelah mati, adalah bagian dari filsafat Grieka yang dimulai oleh Plato. Gagasan dari penyucian oleh api setelah mati sudah menjadi pemikiran orang Grieka telah diambil dari ahli pikir bernama Plato dan di masukkan kedalam paham ajarannya. Ia mengajar bahwa tidak ada seorangpun menjadi bahagia dan sempurna setelah mati, kecuali dosanya ditebus. Dan bila terlalu besar untuk ditebus maka siksaannya akan tanpa akhir. Kepercayaan bangsa Grieka, mengenai penyucian jiwa setelah mati rupanya telah ditiru oleh bangsa Yahudi dimasa penjajahan Grieka yaitu periode memasuki zaman perjanjian Baru. Ini dapat dibaca dari buku Maccabees, yang menulis mengenai Judas Maccabeus (mati tahun 161B.C.).
Dalam catatan ini ia mengirimkan 2000 drachma perak ke Kaabah di Yerusalem untuk membayar persembahan menghapus dosa bagi perajurit perajuritnya yang telah mati.
“Ia membayar penebusan untuk mereka yang mati, agar mereka mendapat kebebasan dari dosa mereka.” ( 2 Maccabees 12:46)
Inilah ayat utama yang digunakan oleh pihak agama katholik menjadi suatu maaf untuk mempertahankan doktrinnya, bahwa orang Yahudi juga percaya adanya status purgatory dimana jiwa akan disucikan sebelum masuk ke sorga.
Lebih lanjut kita akan saksikan bahwa pendapat ini telah mengabaikan empat hal:
- 2 Maccabees adalah buku apocrypha ( Injil yang tidak sah ), yang tidak diterima masuk kedalam buku Perjanjian Lama (buku yang diterima oleh Yahudi maupun Kristen)
- Berdoa untuk orang mati, tidak dibenarkan oleh buku apocrypha yang lain, yang disebut 2(4) Esdros 7:105, menunjukkan bahwa buku apocrypha sendiri juga tidak membenarkan berdoa untuk orang mati.
- Meneliti lebih dekat pada ayat ayat lain, memperlihatkan bahwa doa dan membawa korban yang diberikan untuk orang mati, tidak meringankan siksaan mereka di purgatory. Tetapi memohon ampun kepada pengasihan Tuhan pada hari kebangkitan, akan kita bahas lagi lebih lanjut.
- Buku Perjanjian Lama tidak pernah berbicara mengenai penyucian jiwa setelah mati sebelum masuk sorga. Sebabnya ialah nasib dari suatu jiwa berhubungan tanpa bisa dipisahkan dengan nasib dari tubuhnya, dan terakhir menjadi manifestasi keluar dari jiwa itu.
Pengajaran Plato mengenai kebakaan jiwa dan penyucian jiwa setelah mati, membawa pengaruh yang sangat dalam ke Helenistik Judaism ketika memasuki periode zaman Perjanjian Baru diperkirakan sekitar abad kedua sebelum Kristus. Beberapa peneliti tetap yakin bahwa orang Kristen pada zaman itu, mungkin telah mengambil praktek berdoa dan memberi korban persembahan bagi orang mati dari agama Judaism saat itu.
Semua kemungkinan yang telah kita singgung membawa pengaruh ajaran Plato mengenai kebakaan jiwa masuk kedalam tubuh gereja Kristen melalui tulisan tulisan seperti Philo dan Josephus ketika Judaism Hellenistik.
Purgatory pada awal pertumbuhan Gereja Kristen
Doktrin Purgatory yang kita kenal sekarang, sudah berkembang sejak akhir abad pertengahan, namun dasar dari kepercayaan purgatory sudah ada sejak awal dari pertumbuhan gereja Kristen, terlebih dalam praktek doa doa untuk orang mati.
Sebagai contoh, ketika ditemukan pada katacomb- katacomb bagaimana orang percaya telah mempersembahkan doa bagi keluarga atau teman yang telah berpisah oleh kematian. Pada acara acara gereja di zaman abad ke empat, memperlihatkan kebiasaan memberi persembahan dalam doa untuk orang mati.
“Mari kita berdoa bagi saudara kita yang telah tidur dalam Kristus, agar Allah yang maha penyayang kepada manusia, memanggil jiwa yang mati, mengampuni seluruh dosanya, diterima dan ditempatkan kembali sebagai teman kepadaNya, dan dipanggil kembali keperkumpulan orang yang diselamatkan.”
Beberapa penulis sebelum Augustine, terang terangan mengajar bahwa jiwa yang masih berbekas dengan dosa, perlu disucikan setelah mati sebelum mereka dapat masuk kedalam sorga.
Cyprian ( meninggal pada tahun 258 A.D.) mengajarkan bahwa orang yang bertobat yang mati sebelum di lakukan sakramen penebusan, harus puas dengan melakukan tuntutan setelah mati sebelum memasuki sorga.
Kemudian Clement dari Alexandria (150-215 A.D.) dan muridnya Origen (185-254 A.D.) mengajar lebih jauh, bukan hanya ajaran kebakaan jiwa, tetapi juga pandangan mengenai penyucian jiwa setelah mati Dibawa oleh pemikiran bahwa api adalah fungsi penyucian yang tertulis di Alkitab.
Augustine (354-430 A.D.) membuat sebuah dasar doktrin bukan hanya untuk kebakaan jiwa, tetapi juga semua yang menyangkut purgatory. Ia mempertahankan existensi dari purgatory atas dasar kepercayaan, dan mengajarkan bahwa yang meninggal akan “memperoleh keuntungan oleh kesalehan atau kesucian teman yang memberi pengorbanan perantara (misa memorial), atau memberi sedekah kepada gereja atas nama mereka.”
Dibagian akhir dari bukunya “ The City of God” Augustine memberi sebuah ulasan dalam bentuk konsep yang kedengarannya sama seperti Purgatory. Ia menulis sebagai berikut;
“Akan tetapi hukuman sementara yang hanya ditanggung oleh jiwa dalam hidup ini, oleh mereka setelah mati, dan oleh mereka sekarang dan akan datang dan semua mereka yang sudah hilang dan mengalami pemeriksaan pengadilan yang keras. Semua yang menderita hukuman sementara setelah mati tidak semua ditakdirkan menerima siksaan selama lamanya yang mengikuti pengadilan akhir.”
Purgatory di abad Pertengahan
Setelah Augustine, tidak ada lagi perkembangan yang cukup penting pada doktrin purgatory untuk selama berapa abad. Malahan di dalam bukunya “The Birth of Purgatory”, Jacques Le Croff percaya bahwa purgatory baru lahir pada akhir abad ke 12, ketika penyucian setelah mati pertama kali dibicarakan untuk dilaksanakan di suatu tempat yang khusus yang disebut “Purgatorium”, terminology yang akhirnya menjadi purgatory. Pendapat ini langsung mendapat kritikan, oleh karena terlampau dibatasi, oleh sebab, sebagai mana kita ketahui dokumen purba sudah memperlihatkan jauh sebelum abad ke-12. orang Kristen sudah mempersembahkan doa doa dan misa untuk orang mati, sudah percaya bahwa mereka dapat mengatur nasib perjalanannya.
Dengan munculnya terminology purgatorium yang memulai menyempurnakan pembentukan kepercayaan yang memang sudah ada. Setelah abad ke-12, doktrin purgatory telah diperluas dan dirapihkan oleh Thomas Aquinas, pada Council di Lyons (1274), Florence (1439), dan terlebih di Counsil di Trent).
Mereka akhirnya merasionalisasikan status dan maksud dari purgatory, mengatakan bahwa api penyucian diperlukan untuk menyucikan orang Kristen dari dosa kecil (minor) dan harus membayar hukuman sementara yang masih berhutang oleh dosa kecil itu.
Council di Trent telah meringkaskan dan merumuskan doktrin purgatory, terjadi oleh sebab reaksi tantangan dari para Reformasi. Malahan counsil membuat kutukan bagi mereka yang menolak untuk membayar hutang hukuman sementara di purgatory.
“Siapa yang berkata: bahwa mereka yang menerima pengasihan oleh karena kesalahan dan mereka yang bertobat. Dosa orang diampuni dan hutang hukuman selama lamanya, akan dibuang dengan cara, meniadakan hutang dari hukuman sementara yang harus dibayar di kehidupan sekarang dan di purgatory sebelum pintu ke sorga dibuka, biarlah dia dikutuk!"
Mendekati penutupan acara sidang di Counsil of Trent (1563) sidang mengeluarkan peraturan khusus; “ Decree on Purgatory” dan disini diringkaskan definisi yang lama dan memberi perhatian terhadap beberapa yang rasanya melampaui batas, yang dapat menimbulkan reaksi dari pihak opposisi golongan Protestant.
“Gereja katholik, melalui ajaran Roh kudus, dan menurut Alkitab suci, dan menurut tradisi kuno dari pada bapa, sudah mengajar sidang Tahta Suci, dan pada sidang ekumeni yang paling akhir, menyatakan bahwa ada purgatory, dan jiwa yang ditahan disini ditolong oleh doa doa orang suci, dan terutama oleh persembahan korban Misa (sacrifice of the Altar). Oleh sebab itu, tahta suci memerintahkan para bishop untuk dengan rajin menjaga doktrin purgatory yang turun langsung dari Bapak suci dan sidang yang suci, dengan mengkhotbahkan kemana saja agar, instruksikan kepada seluruh umat Kristen, percaya dan taat kepadanya."
Katholik Encyclopedia mencatat bahwa:
“Council dari Trent mengingatkan orang percaya bahwa Tuhan tidak selalu memberi ampun kepada hukuman yang disebabkan oleh dosa bersama kesalahan sekaligus. Sebab Tuhan menuntut kesempurnaan, dan akan menghukum dosa.”
Gambaran dari hukuman Tuhan yang penuh dengan dendam menuntut kesucian yang sempurna terhadap semua dosa yang pernah dilakukan, sama sekali bertentangan dengan Alkitab. Dimana Alkitab menggambarkan bahwa Allah sangat mengasihi dunia sehingga memberikan anakNya untuk menebus dosa semua orang.
Definisi yang resmi dari Doktrin katholik mengenai purgatory dikeluarkan oleh dewan Counsil dari Trent, dan diperkuat kembali oleh Vatikan council yang ke-2 dan mengulangi dalam Katechismus yang baru dari gereja. Dan sayangnya, doktrin ini kembali memperlihatkan penolakan yang lebih radikal terhadap pandangan Alkitab mengenai keselamatan. Bahwa keselamatan adalah perlengkapan yang telah Tuhan siapkan melalui Kristus, penebusan dengan korban untuk membebaskan dan menyucikan orang berdosa dari kuasa dan hukuman dosa.
Paham dari purgatory untuk menyucikan jiwa dari orang yang bertobat melalui api penyucian, “ doa dari orang percaya terlebih melalui korban Misa” =(sacrifice of the Altar) adalah sama sekali asing untuk Alkitab. Ini adalah mewakili suatu cara penipuan untuk menjadikan keselamatan sebagai usaha manusia, daripada pemberian Allah melalui kasih karunia.
Penderitaan di Purgatory suatu yang sangat membuat prihatin
Suatu yang mengganggu pikiran ketika di abad pertengahan, adalah mengenai status keadaan jiwa di purgatory, yang telah memicu berkembangnya cerita dongeng mengenai ganasnya penderitaan yang ditanggung oleh jiwa yang terpenjara di purgatory. Kisah dongeng yang di ilhami dengan tulisan maupun gambar gambar, menjadi hasil literature kisah dongeng abad pertengahan yang paling besar.
Dante Alighieri dengan buku “Purgatory”, merupakan buku komedi sorga yang kedua. Dalam “Purgatory” Dante ia mengisahkan sebuah pulau, yang hanya satu satunya didaerah bagian selatan, mempunyai gunung tinggi yang bertingkat tujuh, dan masing masing tingkat dihuni oleh orang orang berdosa yang berbeda, melakukan usaha penebusan dosa yang telah dilakukan di dunia .Misalnya orang sombong dipaksakan lari untuk mengelilingi tingkat itu untuk lama yang tidak terkira dengan merendahkan diri dua kali lipat, bagi yang malas harus lari keliling sambil menangisi kemalasan, sementara bagi mereka yang bernafsu akan dibersihkan melalui api.
Kisah mistik seperti Catherine dari Genoa ) juga menggunakan penderitaan di Purgatory menjadi pusat dari khayalan tulisannya, yang membuat alam pikiran dunia barat. Dalam tulisannya “Treatise on Purgatory” Catherine menulis:
“Apabila emas telah dimurnikan sampai 24 karat, maka tidak mungkin lagi dimusnahkan oleh api apapun, bukan emas itu lagi tetapi kotoran atau sampahnya yang akan musnah. Begitu pula api dari sorga bekerja kepada jiwa, Tuhan menempatkan jiwa didalam api purgatory sampai semua yang tidak sempurna di bakar habis dan dijadikan sempurna, sama seperti kemurnian emas 24 karat. Masing masing mempunyai tingkat yang berbeda tergantung dari kadarnya.”
Ke inginan untuk menolong jiwa yang tersiksa di purgatory, membuat makin subur permintaan untuk misa dan penyucian dengan maksud mengurangi lama dan beratnya penderitaan dari siksaan. Kegiatan dagang jual beli purgatory akhirnya menjadi pusat pertikaian di dalam krisis yang terbesar dalam agama Kristen dikenal sebagai Reformasi.
Penolakan terhadap doktrin Purgatory
Ketika abad pertengahan, bangsa Albigenses, Waldenses, dan Hussites semua mereka ini menolak terang terangan adanya Purgatory. Semua didasarkan atas pengertian bahwa keselamatan adalah kasih karunia Allah. Tetapi penolakan yang terbesar terhadap doktrin katholik ini terjadi pada waktu zaman Reformasi.
Marthin Luther mula mula menerima kepercayaan atas purgatory. Dalam tahun 1519 ia berkata bahwa existensinya tidak dapat dibantah. Namun pada tahun 1530, ia tiba pada kesimpulan bahwa purgatory tidak dapat dibuktikan, sungguhpun dari Alkitab. Akhirnya pada tahun itu juga, ia menolak sama sekali konsep doktrin purgatory. Mulai dari saat ini semua denominasi gereja Protestant menolak paham gereja Katholik mengenai penyucian diri di purgatory dan mulai dengan giat mengajarkan bahwa keselamatan adalah kasih karunia Allah tanpa membutuhkan penyucian bagi dosa di Purgatory.
John Calvin meletakkan prinsip berdasarkan Theology untuk menolak purgatory, dengan mengkhotbahkan bahwa keselamatan adalah kasih karunia, tanpa perlu mencapai kesempurnaan dari dosa di purgatory. Ia menulis:
“Kita perlu menyerukan dengan segala kuasa yang ada, bahwa purgatory adalah cerita yang jahat dan penuh dengan kebohongan yang dibuat setan, dengan maksud untuk meniadakan salib Kristus, suatu penghinaan yang tidak dapat dibiarkan terhadap kasih karunia Allah, untuk melemahkan dan merubah iman kita."
Jadi untuk apa purgatory, penyucian dosa bagi jiwa mereka yang sudah mati? Sehingga pengertian dari penyucian di purgatory itu sendiri, secara langsung sudah memutar balik inti dari pengertian dasar itu sendiri.
Sudah bisa dibuktikan bahwa hanya darah Kristus yang dapat membasuh dengan sempurna, menebus dosa dari seluruh orang yang percaya dan setia. Kalau begitu, lalu, inilah kesimpulan yang paling penting bahwa purgatory tidak ada apa apa, tetapi suatu penghujatan yang sangat mengerikan terhadap Kristus.”
Saya lewati penipuan dan pencemaran yang tiap hari dibela, pelanggaran pelanggaran yang dibuat didalam agama, dan perbuatan kejahatan yang lain yang tidak terhitung banyaknya, yang kita akan lihat keluar dari sumber yang tidak menghormati Tuhan dan tidak percaya kepada Tuhan”
Tiga puluh sembilan artikel dari Gereja Anglikan (1563) = Episcopal di Amerika, sangat jelas dan mirip sekali. Menempatkan existensi purgatory ditempat yang sama dengan berhala patung ukiran dan seruan dari orang orang suci.
“Roman Doktrin mengenai purgatory, pengampunan, menyembah relic tempat suci, pemujaan, dan patung ukiran dari orang suci, seruan orang suci, banyak lagi yang suka disenangi, adalah sesuatu penemuan yang sia sia dan tidak mempunyai dasar sama sekali dari Alkitab, malahan sangat bertentangan dengan firman Tuhan”
Penyelidikan pengertian Alkitab mengenai keselamatan yang dipimpin oleh para reformasi Protestant telah menolak keseluruhan doktrin purgatory dan membatalkan seluruh praktek praktek yang tersangkut kedalamnya. Dan hasilnya bukan saja terjadi reformasi dalam agama, tetapi juga revolusi di bidang sosial, ekonomi.
Usaha terakhir untuk memadamkan api Purgatory
Akhir akhir ini usaha telah diadakan untuk memadamkan api purgatory, dengan merubah pengertian purgatory itu sebagai suatu keadaan dicelup didalam kasih Kristus gantinya deperti dipenjarakan dalam api penyucian. Paus John Paul II, misalnya ketika pada akhir bulan Juli dan permulaan bulan Augustus 1999, menggunakan setiap audiensi umum hari Rabu mengeluarkan diskusi dengan judul yang menyangkut kehidupan setelah mati. Ia mengulangi thema ini, dalam dua pembicaraan mengenai sorga dan neraka, pada bulan Augustus ketika pada empat kali audiensi, Paus berkata:
“ Purgatory tidak menyatakan sebuah tempat, akan tetapi kondisi hidup. Mereka , setelah mati, hidup dalam status penyucian telah dicelup dalam kasih Kristus, yang akan mengeluarkan mereka dari bekas dan sisa sisa ketidak sempurnaan.”
Ia kemudian mendorong agar orang Kristen berdoa dan melakukan perbuatan baik untuk mereka yang ada di purgatory. Marcus Gee, mengeluarkan komentarnya mengenai cara perpindahan status dari tempat penyiksaan kepada penyucian, menulis dalam bukunya “Gobe and Mail”:
“Mau berusaha menghilangkan gumpalan awan dari sorga dan api bersama belerang dari neraka, Paus kini bermaksud mengurangi ruang tunggu Tuhan di purgatory.”
Ini suatu perubahan cara berpikir yang penting, dari sebuah penjara orang berhutang dimana jiwa yang dipenjara harus membayar hukuman sementara bagi dosa mereka, sampai mereka mencapai “proses penyucian” dan pindah ketempat purgatory yang lebih ringan sifatnya dimana jiwa dicelupkan kedalam kasih Kristus. Namun Paus tetap ingin mempertahankan pengertian bahwa jiwa di purgatory masih memerlukan “doa doa dan perbuatan baik” untuk menolong mereka didalam proses ini. Dan ini sama sekali bukan suatu kejutan, oleh karena sumbangan sumbangan yang telah diterima oleh para pastur dari persembahan dalam Misa bagi orang yang sudah mati untuk menolong jiwa yang transit menuju purgatory, masih merupakan sumber uang masuk yang terbesar bagi gereja Katholik.
Purgatory masih tetap merupakan sumber dana bagi gereja Katholik
Saya sempat mempelajari bagaimana dana yang telah diperoleh dan diterima melalui Purgatory, melalui pembicaraan dengan Father Masi, rekan mahasiswa pada Gregorian University di Roma. Ia melayani sebagai pastur di gereja San Leone Magno (St. Leo the Great). Suatu hari ia minta ditolong numpang kendaraan oleh sebab mobilnya masuk bengkel. Dalam perjalanan pulang saya sempat bertanya; “Berapa anggota yang dia harus layani dalam gerejanya?” Ia menjawab; “Sekitar 16.000” Kemudian saya teruskan dengan dua pertanyaan lagi: “Berapa yang biasa hadir pada Misa hari Minggu dan berapa persembahan yang dia terima?” Jawabnya: “Yang hadir sekitar 150 sampai 200 anggota dan persembahan hanya berkisar 2000 sampai 3000lire, sekitar $2 sampai $3 US tiap Minggu.”
Terkejut mendengar jawabannya, bahwa yang hadir dan uang persembahan yang rendah, saya perlu untuk bertaya terakhir kali; “Bagaimana anda dapat bertahan?” Lalu ia menjawab: “Paling banyak kami terima sumbangan dari para dermawan pada waktu, baptisan, perkawinan, dan pemakaman.” Didalam peristiwa seperti ini, anggota katholik memberikan persembahan yang besar kepada gereja. Sumbangan terbesar datangnya dari anggota yang meninggal dan menghibahkan seluruh hartanya kepada gereja dalam membayar Misa Kudus bagi mengenang mereka yang meninggal atau keluarga yang dicintai. Berdasarkan jumlah besarnya sumbangan, pastur berjanji melakukan upacara Misa berulang kali, demi untuk mengurangi lamanya waktu si penyumbang di purgatory.
Doktrin Katholik mengenai Purgatory tidak berubah
Walaupun ada usaha akhir akhir ini dari Paus John Paul II, untuk meringankan api neraka dan purgatory, dengan merubah pengertian bahwa ini adalah kondisi dari jiwa, ketimbang sebagai suatu tempat pembakaran untuk hukuman, kenyataannya, pengertian secara tradisi terhadap purgatory sebagai tempat dimana jiwa mengalami penyucian akhir melalui api sebelum memasuki sorga, tetap menjadi ajaran yang resmi dari gereja katholik.
Dalam “Catechism of the catholic Church” yang terbaru, yang intinya terutama didasarkan atas Council Vatikan yang kedua, secara jelas menyatakan:
“Semua yang mati didalam kasih karunia dan teman Tuhan, tetapi tetap belum disucikan sampai sempurna, akan mendapat jaminan akan keselamatan; tetapi setelah mati mereka tetap harus melalui penyucian, agar mencapai kesucian yang tepat untuk memasuki kesukaan besar di sorga. Gereja memberi nama purgatory bagi penyucian yang terakhir dari mereka yang dipilih, yang sama sekali berbeda dengan pehukuman mereka yang dikutuk.”
Gereja merampungkan doktrin orang percaya di purgatory, terutama pada council di Florence dan Trent. Tradisi gereja yang didukung oleh beberapa ayat dalam Alkitab, berbicara mengenai “api penyucian” Sehingga untuk kesalahan yang kecil, kita harus yakin bahwa akan ada “api penyucian” sebelum pehukuman akhir.
Pembelaan Katholik terhadap Purgatory
Gereja Katholik menyatakan, bahwa baik Alkitab maupun Tradisi keduanya tetap membela dogma mengenai purgatory. Ada empat ayat yang dicatat mendukung purgatory yaitu; 2 Maccabees 12:42-46, Matius 12:42-46; Matius 12:32; dan 1 Korintus 3:15. Tetapi tidak satupun dari ayat ayat ini, mengajarkan penyucian jiwa di purgatory.
“New Catholic Encyclopedia” dengan jelas mengakui bahwa “doktrin Purgatory” sama sekali tidak dijelaskan di dalam Alkitab. Ataupun secara diam diam dimasukan kedalam Alkitab, sebab gereja katholik menggunakan ayat yang mendukung purgatory justru termasuk bertentangan dengan arti masing masing ayat.
2Maccabees 12:42-46
Ayat klasik yang selalu dipakai untuk membela purgatory, terdapat di dalam buku Maccabees. Ayat yang digunakan untuk membuktikan adanya kepercayaan bangsa Yahudi yang mengakui adanya purgatory dimana jiwa disucikan sebelum masuk ke sorga. Kontex dari kisah ini diambil dari Judas Maccabeus (meninggal 161 B.C.) yang memimpin pemberontakan bangsa Yahudi terhadap pemerintahan Syria, yang ingin memaksa bangsa Yahudi mengikuti pola hidup orang Grieka berikut kepercayaannya. Judas Maccabeus berhasil mengalahkan tentara Syria dan mengembalikan kehidupan agama Yahudi sambil mengukuhkan semua upacara kaabah di Yerusalem. Pesta perayaan Hanukah adalah untuk merayakan peristiwa ini.
Ketika dalam kegiatan mengumpulkan tubuh pesukan tentara Yahudi yang gugur dalam peperangan ini, banyak diketemukan jimat benda dianggap keramat yang sebenarnya dilarang oleh agama, ditemukan didalam baju mereka. Judas dan rombongannya berpendapat bahwa pasukan tentara Yahudi telah gugur oleh sebab telah melakukan dosa dan pelanggaran ini. Ayat selanjutnya telah menggambarkan peristiwa yang terjadi. Semua mereka telah diberkati sebagai mana kehendak Tuhan, hakim yang benar, yang mengumumkan segala yang tersembunyi dan jatuh untuk memohon, agar dosa yang telah dilakukan semuanya dapat dihapuskan.
Dan Judas yang mulia telah mengajak semua menjauhkan diri dari dosa, setelah menyaksikan dengan mata sendiri apa yang telah terjadi oleh sebab dosa mereka yang telah gugur. Ia kemudian mengumpulkan uang, dalam jumlah dua ribu drachma perak, tiap orang menyumbang dan dikirim ke Yerusalem, untuk melengkapi persembahan bagi dosa, digunakan dengan benar dan baik untuk kebangkitan. Kalau tidak diharapkan bahwa mereka yang gugur akan bangkit, atau kalau melalui pemberian yang ditujukkan bagi mereka yang gugur dalam Tuhan dalam keadaan suci dan pikiran yang saleh. Oleh sebab itu ia melakukan penebusan untuk yang mati, agar mereka mendapat kebebasan dari dosa mereka (2Maccabees 12:42-46)
Para peneliti katholik menanggapi bahwa ayat yang tertulis diatas menunjukkan bahwa bangsa Yahudi sebelum zaman Kristen percaya “tentang adanya Purgatory setelah mati, didalam keinginan untuk menolong mereka yang setia melalui doa perantara” demi untuk kepentingan mereka
Reaksi terhadap Katholik dalam menggunakan ayat Maccabees
Tanggapan terhadap Katholik yang memakai alasan ayat dari buku Maccabbes, dapat diberikan dalam lima pokok penting:
- 2 Maccabees tidak termasuk dalam gulungan alkitab Perjanjian Lama yang di ilhamkan (Old Testament canon), tetapi masuk dalam apa yang disebut sebagai buku Apocrypha (tidak sah). Buku jenis ini sejak lama tidak diterima oleh masyarakat Yahudi Palestina, yang hanya menerima gulungan Alkitab Perjanjian Lama yang kita kenal sekarang yang terdiri dari 27 buku Perjanjian Lama. Pada tahun 90 A.D. Counsil di Jamina, secara resmi telah mengeluarkan semua buku Apocrypha dari gulungan Alkitab suci orang Yahudi, dan mengumumkan bahwa “Tanakah” telah lengkap, dan inilah yang dimaksud dengan seluruh ilham dan wahyu Tuhan kepada umatNya yang menyangkut PerjanjianNya.
- Ajaran yang terdapat dalam ayat ini adalah mengenai pemberian uang untuk berdoa dan memberi persembahan korban bagi mereka yang mati, dengan sendirinya telah membuktikan tidak adanya wahyu atau ilham Ilahi didalam buku ini. Tidak ada dalam Alkitab suci mencatat doktrin seperti ini, yang telah bertentangan dengan pandangan Alkitab mengenai pengampunan yang diberikan Allah. Silahkan , tanya diri sendiri, mengapa Tuhan menuntut orang percaya membayar persembahan uang untuk meringankan mereka yang ada di purgatory? Apa artinya nilai uang dunia bagi Tuhan? Lebih lagi kemana uang itu diberikan? Sudah jelas, uang itu akan dipegang oleh simpanan penjabat gereja. Sehingga semua ajaran mengenai membayar uang untuk mengurangi siksaan dari kekasih kita di purgatory, adalah bagaikan tamparan kepada rencana mencari dana para pastur, dibandingkan dengan rencana pengampunan dari Tuhan.
- Buku Apocrypha tidak diterima oleh Yesus maupun para murid muridNya, sama sekali tidak pernah di catat atau disinggung dalam buku Perjanjian Baru. Inipun telah ditolak oleh para pendiri gereja mula mula, misalnya; Jerome seorang peneliti Alkitab yang telah menterjemahkan Alkitab bahasa latin yang disebut VULGATE. Jerome membedakan antara buku yang dihormati “libri canonici dengan “libri ecclessiastici”, yang terakhir ini adalah buku Apocrypha, sebuah terminology yang jarang dipakai. Secara resmi kedua buku ini telah dimasukkan dalam Alkitab Roman Katholik melalui counsil di Trent yang terjadi setelah Reformasi (1546 A.D.), didalam usaha yang sia sia untuk mendukung purgatory dan doa doa bagi mereka yang mati, yang telah ditentang oleh Marthin Luther. Sungguhpun demikian, counsil di Trent secara ragu ragu telah menolak beberapa buku Apocrypha, misalnya; 2[4] Esdras7;105, oleh sebab disini justru berbicara menentang berdoa bagi orang mati.
- Perlu dicatat disini bahwa 2 Maccabees 12:42-46 bertentangan dengan doktrin Katholik mengenai purgatory, oleh sebab disini Judas berdoa bagi para prajurit yang gugur “demi kebangkitan. Untuk melengkapi persembahan bagi dosa, digunakan dengan benar dan baik untuk kebangkitan.” Perlu dicatat didalam ayat ini ialah bahwa, doa doa dan persembahan diberikan untuk orang yang mati, dan tidak untuk meringankan atau mengurangi siksaan di purgatory, tetapi untuk mendapatkan berkat yang lebih banyak bagi mereka pada hari kebangkitan.
- Ayat ini jelas tidak sesuai dengan Alkitab, dengan mengajarkan doa dan persembahan untuk orang mati dapat menghapus dosa mereka. Dengan mengirimkan uang sebagai persembahan bagi prajurit prajurit yang gugur. Judas Maccabeus sudah melanggar Alkitab Perjanjian Lama. Dalam begitu banyak perintah yang dikeluarkan oleh Musa, tidak ada terdapat persembahan untuk orang mati. Berarti ayat ini juga dengan jelas bertentangan dengan doktrin katholik untuk purgatory. Oleh sebab disini dibicarakan mengenai tindakan Tuhan terhadap orang berdosa pada hari kebangkitan, dan bukan di purgatory.
Matius 12:32 : Pengampunan dosa setelah mati?
Dalih selanjutnya yang dipakai oleh Katholik untuk mendukung pengampunan dosa setelah mati yang tertulis dalam Matius 12: 32 yang berbunyi :
“Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, didunia ini tidak, dan didunia yang akan datangpun tidak.”
Para Theologia Katholik mentafsirkan ayat diatas dengan arti bahwa ada dosa yang tidak diampuni dalam hidup sekarang yang dapat diampuni nanti setelah mati di purgatory.
Ludwig Ott, seorang pendukung katholik yang terkemuka telah membela bahwa ayat ini:
“Tetap membuka kesempatan kepada dosa untuk diampuni, bukan hanya didalam dunia ini tetapi di dunia yang akan datang.”
Didalam pandangan yang sama John Hardon, S.J. mengatakan:
“Diisini Kristus mengakui bahwa ada keadaan diluar dunia ini dimana hukuman untuk dosa, yang telah dibebaskan sebagai kesalahan dalam dunia ini , dan diampuni.”
Penafsiran yang mirip sekali terdapat di “Katechism dari gereja katholik” terbaru:
“Bagi kesalahan yang kecil, kita harus yakin bahwa, sebelum pengadilan terakhir, akan ada api penyucian. Dia yang benar(Kristus) berkata, siapa yang menghujat terhadap Roh Suci, akan diampuni tidak didunia ini maupun didunia yang akan datang”
Dari kalimat ini kita menarik kesimpulan, bahwa ada beberapa kesalahan kecil dapat diampuni dalam hidup ini, dan beberapa kesalahan lain dihidup yang akan datang.
Reaksi terhadap penafsiran Katholik atas Matius 12:32
Katholik menggunakan ayat ini untuk mendukung kepercayaan mereka atas pengampunan dosa bagi mereka setelah mati, adalah “seperti benang halus yang dipakai untuk menggantung sebuah doktrin yang berat” Ada empat pertimbangan yang menodai penafsiran katholik terhadap ayat ini.
- Seperti yang diucapkan oleh Norman Geisler dan Ralph MacKenzie, “ayat ini tidak berbicara mengenai pengampunan didunia akan datang setelah menderita sengsara oleh sebab dosa, tetapi dipastikan bahwa tidak ada pengampunan untuk dosa didalam dunia yang akan dating.” Matius 12:32 perlu diberi tambahan. Bagaimana membantah, bahwa dosa sama sekali tidak akan diampuni, walaupun setelah mati, dijadikan dasar untuk spekulasi bahwa dosa akan diampuni pada kehidupan berikutnya? Sangat jelas, bahwa Yesus ingin menekankan beratnya akibat dosa terhadap Roh Suci tidak akan diampuni, sebagai ayat yang sama didalam injil Markus: “Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama lamanya, malainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.”( Markus 3:29) Untuk mengatakan tidak akan terjadi baik didunia sekarang maupun didunia akan datang adalah sama artinya dengan berkata “tidak akan diampuni dibawah kondisi apapun.”
- Purgatory hanya melibatkan pengampunan terhadap dosa kecil, tetapi dosa terhadap Roh Suci bukan kecil, malainkan dosa kekal oleh sebab tidak dapat diampuni. Bagaimana pernyataan untuk dosa kekal yang tidak dapat diampuni didalam kehidupan yang akan datang, dipakai untuk mendukung ajaran katholik bahwa dosa yang tidak kekal akan diampuni nantinya?
- Yang terpenting disini jelas bahwa, Kristus tidak berbicara mengenai hukuman, yang katholik anggap akan terjadi di purgatory, tetapi mengenai kondisi dosa yang tidak dapat diampuni terhadap Roh Suci. Sama sekali perkataan Kristus tidak dapat digunakan untuk mendukung kepercayaan pada purgatory, dimana hutang harus dibayar hingga sampai uang yang paling akhir, atau dengan melalui siksaan, atau dibayar oleh keluarga yang hidup atau oleh keduanya.
- Kalaupun perkataan Kristus berlaku untuk hukuman, maka ini adalah untuk mereka yang tidak selamat, bukan bagi mereka yang pasti selamat seperti halnya mereka yang pergi ke purgatory. Pernyataan mengenai hukuman bagi mereka yang tidak selamat, tidak bisa diakui untuk mendukung kepercayaan tentang purgatory sebagai hukuman mereka yang selamat.
Melalui semua pertimbangan diatas, maka pemakaian ayat Matius 12:32 untuk mendukung doktrin purgatory, jelas memperlihatkan tidak adanya dukungan Alkitab terhadap doktrin ini.
1Korintus 3:11-15 : Dosa dan hukuman atau Pelayanan dan Upahnya?
Ayat berikut ini telah dipakai untuk membela doktrin purgatory adalah 1 Korintus 3:11-15 yang berkata sebagai berikut:
“Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun diatas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing masing akan diuji oleh api itu.
Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”
Katholik percaya bahwa dalam ayat ini rasul Paulus “menguatkan adanya purgatory.” John Hardon, S.J. dalam tulisannya:
“Dalam suratnya pertama kepada sidang Korintus, Paul berkata bahwa ‘api’ akan menguji kualitas perbuatan tiap orang dan bila pekerjaannya terbakar ia akan kehilangan upahnya, tetapi ia sendiri akan selamat, tetapi seperti dari dalam api.”
Kata kata ini jelas ada hubungan dengan penderitaan hukuman. Oleh karena dihubungkan dekat dengan pengadilan sorga, sehingga tidak mungkin terbatas hanya penderitaan didunia, tetapi kelihatannya ada kaitannya dengan penyucian melalui siksaan setelah mati, yang disebut purgatory. Hampir mirip, Ludwig Ott dalam catatan menulis:
"Bapak Latin mengartikan ayat ini sebagai hukuman penyucian fana di dunia yang akan datang.”
Katechism dari gereja katholik yang baru mentafsirkan “api” yang disinggung dalam ayat ini adalah pembersihan dan penyucian jiwa melalui siksaan di purgatory untuk menebus dosa.
Reaksi terhadap penafsiran katholik atas 1 Korintus 3:11-15
Perlu diakui bahwa ayat 1 Korintus 3:11-15 adalah suatu ayat sulit untuk ditafsirkan, namun penafsiran katholik terhadap ayat ini mengabaikan tiga pokok penting.
- Dalam ayat ini Paulus berbicara mengenai ujian dari pekerjaan kita pada hari pehukuman, dan bukan mengenai siksaan jiwa di purgatory. Rasul berkata bahwa “api akan menguji setiap pekerjaan masing masing orang” dan ini, adalah pekerjaan setiap orang Kristen akan diuji dan masing masing orang akan diberi upah. Pekerjaan yang tidak tahan uji akan dibakar, dan orang itu akan kehilangan upahnya sungguhpun ia selamat. Sangat jelas, bahwa pokok pembicaraan disini bukan mengenai dosa dan hukumannya, malainkan mengenai upah bagi pekerjaan yang diberikan oleh orang yang telah selamat.
- “Ayat ini sama sekali tidak menyinggung orang yang percaya, yang menderita siksaan akibat hukuman sementara oleh sebab dosa mereka di purgatory. Mereka tidak dibakar dalam api, hanya pekerjaan mereka yang dibakar. Orang percaya akan melihat pekerjaan mereka dibakar, namun mereka terlepas dari api. Bila api dianggap sebagai penyucian purgatory terhadap dosa, ketimbang ujian terhadap pekerjaan, bagaimana mereka yang membangun dengan emas, perak, batu permata sama sama menderita bersama mereka yang membangun dengan kayu, rumput kering dan jerami?
- “Api” yang disinggung dalam ayat ini tidak membersihkan jiwa dari dosa, tetapi “membuka” dan “menguji” “pekerjaan”kita. Ayat 13 dengan jelas berkata. “Pekerjaan masing masing kita akan nampak, karena hari Tuhan akan membuka (menyatakannya), akan dinyatakan dengan api, dan api akan menguji kualitas masing masing pekerjaan. Sangat bertentangan dengan ajaran katholik, disini sama sekali tidak ada soal pembersihan terhadap dosa. Pusatnya adalah upah pekerjaan umat percaya atas pekerjaan pelayanan mereka.
Apa yang Paulus ingin utarakan disini adalah bahwa pekerjaan dari sebagian umat percaya akan menghadapi ujian pada hari pehukuman, dan sebagian lain akan lenyap. Yang diutamakan disini ialah pentingnya melakukan pekerjaan yang dapat diterima oleh Tuhan. Sebab kita dapat melakukan pekerjaan bagi Tuhan dengan alasan yang salah ataupun dengan motive untuk kepentingan diri sendiri.
Menafsirkan ayat terakhir(15) merupakan suatu yang sukar: “ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” Mungkin saja ini adalah suatu pengertian seperti peribahasa “selamat melalui jalan keluar yang sempit” atau seperti pepatah yang sering dikatakan orang “ Terlepas oleh kulit dari giginya” (escape by the skin of his teeth). Paulus kelihatannya ingin mengakhiri dengan kata kata; Syukur kepada Tuhan engkau selamat, tetapi apa yang engkau akan lakukan terhadap kesempatan ini ? Apa mau buang waktu dengan percuma atau melayani Tuhan dengan segenap hati?
Kesimpulan
Beberapa ayat ayat diatas, yang umumnya digunakan untuk usaha menguatkan bukti benarnya doktrin purgatory dari gereja Katholik, ternyata memperlihatkan bahwa doktrin tersebut kurang mendapat dukungan dari Alkitab. Pengertian proses purgatory orang setelah mati untuk menghapus dosa yang kecil adalah asing bagi Alkitab.
Alkitab tidak pernah menyinggung orang menderita siksaan atau bekerja sebagai penghapus atau menyucikan dosa. Bukan api purgatory yang akan menghapuskan dosa mereka yang bertobat, tetapi “darah Yesus AnakNya itu, menyucikan kita daripada segala dosa.” (1 Johanes 1:7)
Ketika membaca buku Ludwig Ott “Fundamentals of Catholic Dogma” yang dianggap sebagai standard dan memiliki otoritas atas dogma katholik. Menarik sekali untuk dicatat, bahwa berapa kali ia mengakui bahwa doktrin purgatory “ sama sekali tidak dikemukakan dalam Alkitab” atau “ kurangnya bukti dari Alkitab”. Kedua pernyataan ini menguatkan pendapat bahwa purgatory tidak memiliki dasar dalam Alkitab. Bukan saja kurang mendapat dukungan, tetapi sama sekali bertentangan dengan pengertian keselamatan yang ada didalam Alkitab.
Alasan Alkitab untuk menolak Purgatory
Ada beberapa alasan Alkitab untuk menolak Doktrin Purgatory dari Katholik. Untuk memberi gambaran yang singkat dan jelas, sebaiknya kita bagi dalam enam alasan.
- Doktrin purgatory tidak dimuat dalam Alkitab
Pertama dan paling penting untuk menjadi sebab mengapa Alkitab menolak, ialah tidak ada tercatat dalam Alkitab. Sudah kita singgung dahulu, bahwa pembela katholik mengakui sendiri “sama sekali tidak dikemukakan dalam Alkitab.”
Dengan membentuk sebuah doktrin diluar dari dasar pengajaran Alkitab, terlebih mendasari atas ajaran dari bapak pimpinan gereja zaman kuno, para theology katholik berusaha mencari sana sini ayat ayat yang dapat digunakan untuk menerangkan doktrin ini. Tetapi tidak ada satupun ayat dalam Alkitab berbicara mengenai hal ini.
Tidak ada bukti, bahwa purgatory merupakan salah satu bagian dari perintah Kristus ataupun murid muridNya. Sebabnya sangat sederhana. Alkitab mengatakan bahwa tujuan akhir mendapatkan kehidupan kekal, ditentukan oleh hidup kita yang sekarang. Tidak ada penghapusan dosa dalam api penyucian purgatory setelah mati, oleh karena bila kita mati, tubuh dan jiwa tidur dalam kubur sampai hari kebangkitan pagi.
- Purgatory bertentangan dengan ajaran Alkitab
Doktrin purgatory bertentangan dengan ajaran Alkitab ini adalah suatu kenyataan. Kalaupun ada ajaran yang paling jelas dan benar yang diajarkan Alkitab, dipastikan bahwa keselamatan orang percaya yang bertobat dan mengaku dosa, adalah menerima Kristus sebagai Juruselamat pribadi, percaya dan menurut HukumNya.
Pengajaran dasar Alkitab ini telah ditolak oleh doktrin purgatory, yang didasarkan pada pemikiran bahwa, jasa korban penebusan belum cukup untuk keselamatan kita. Mereka yang berdosa harus berbuat sesuatu untuk mencukupi hutang dosanya pada hidup sekarang dan, terlebih nanti setelah mati di purgatory. Pengajaran ini sangat asing bagi Alkitab, yang memberi kepastian bahwa:
“Dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma Cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan perdamaian oleh karena iman, dalam darahNya……Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.” ( Roma 3:24-25, 28 )
“Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.” ( Roma 4: 4-5)
Pemikiran bahwa orang percaya harus “memuaskan keadilan Tuhan” untuk dosanya di dunia sekarang maupun setelah mati di purgatory, adalah suatu pemikiran yang paling bertentangan dengan berita Injil. Padahal kepercayaan yang salah ini sudah menjadi dasar dari doktrin purgatory. Bila kepercayaan gereja Katholik dapat menerima secara utuh, penebusan pengorbanan Kristus bagi dosa kita, maka doktrin Purgatory akan dipastikan hancur berantakan.
- Purgatory menolak kecukupan kuasa Salib.
Alasan Alkitab berikut ini ialah, penolakan doktrin purgatory terhadap kecukupan kuasa Penebusan Kristus diatas kayu salib. Buku Ibrani dengan tegas berkata bahwa pengorbanan Kristus di kayu palang, telah menyelesaikan proses keselamatan kita satu kali dan untuk selama lamanya.
“Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama lamanya mereka yang Ia kuduskan.” (Ibrani 10:14 )
Ayat ini telah memastikan lengkapnya, cukupnya, sempurnanya, semua pekerjaan pengorbanan Kristus. Memberi pernyataan bahwa kita harus menderita untuk dosa kita, adalah suatu penghinaan yang terbesar bagi pengorbanan Kristus! Ada Purgatory, tetapi bukan setelah kematian; itu adalah didalam kematian Kristus.
“Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk disebelah kanan Yang Maha besar, ditempat yang tinggi.” ( Ibrani 1:3)
“Penyucian” atau membasuh dosa kita telah diselesaikan di kayu Salib. Bersyukur kepada Tuhan Allah Bapa, oleh karena inilah purgatory yang kita harus alami untuk dosa kita.
- Doktrin Purgatory didasarkan atas dualisme filsafah Grieka terhadap
Tubuh Alamiah Manusia.
Alasan berikut ini adalah oleh sebab doktrin ini berasal dari, pengaruh dualisme dari filsafat Grieka terhadap tubuh alamiah manusia. Sehingga pengaruh ini telah memberi jalan bagi gereja Kristen dan mulai mempengaruhi disekitar abad ke dua. Menurut paham ini, tubuh adalah “rumah” sementara dari daging-darah(fisik) dan jiwa. Jiwa bukan materi, komponen yang baka yang akan meninggalkan tubuh pada waktu mati dan hidup sadar selamanya di sorga atau dineraka atau di Purgatory (bagi katholik).
Paham bahwa jiwa hidup terus, telah memicu bangkitnya doktrin purgatory, tempat dimana jiwa orang mati akan dimurnikan melalui siksaan sementara akibat dosa sebelum dibawa ke sorga.
Dalam mempelajari pemakaian istilah “jiwa, tubuh, dan roh” baik dalam buku Perjanjian Lama maupun Baru, menunjukkan bahwa Alkitab tetap didalam ajarannya mengenai tubuh alamiah manusia yang utuh tidak terpisahkan, dimana tubuh, jiwa, roh, mewakili aspek berbeda dari seorang yang sama, dan bukan substansi berbeda atau kesatuan dengan fungsi tersendiri.
Pengertian seperti ini sudah merubah dasar kepercayaan kebakaan jiwa di purgatory, neraka maupun sorga. Sangat disayangkan dengan diterimanya kepercayaan kafir atas kebakaan jiwa, telah merubah tafsiran Alkitab dan memberi tempat kepada aliran aliran yang salah misalnya seperti purgatory, siksaan di neraka, doa doa untuk orang mati, perantara orang orang suci, simpanan jasa, memanjakan diri, dan khayalan mengenai sorga, dan lain lain.
Semua kesalahan tafsir ini telah mengaburkan ajaran Alkitab, bahwa keselamatan adalah kasih karunia Allah, dan menggantikan sambil mempromosikan keselamatan sebagai pembebasan dari gereja.
- Doktrin Purgatory bergantung atas Simpanan Jasa yang diurus oleh gereja Katholik.
Simpanan Jasa yang diatur oleh Paus dan wakil wakilnya para uskup, membuat doktrin ini bergantung sepenuhnya melalui kegiatan ini. Ini sesuai dengan theology katholik, bahwa gereja mnjadi pengurus simpanan jasa mirip seperti Bank di sorga. Dimana simpanan jasa diperoleh dari Kristus ketika disalib dan juga para orang suci yang telah melakukan perbuatan baik melebihi yang diperlukan untuk keselamatannya.
Dari pada kelebihan jasa itu hilang, maka Tuhan menyimpan melalui pengurusan gereja kedalam bank dikenal sebagai “simpanan jasa” Jasa ini dapat dipakai oleh gereja dalam bentuk hadiah atau tuntutan, terlebih bagi jiwa yang ada di purgatory. Simpanan Jasa ini didasarkan pada kepercayaan bahwa orang Kristen yang percaya mungkin sudah lebih dari sempurna dalam melakukan perbuatan yang dituntut oleh hukum bagi dirinya untuk keselamatan. Maka orang tersebut dapat menyerahkan jasa untuk memuaskan keadilan Tuhan, sehingga jasa yang lebih dari cukup untuk mengampuni dosanya. Inilah kelimpahan jasa, seperti uang disimpan di bank disorga, dimana dari sini gereja dapat tarik dan gunakan untuk memberi bantuan sebagian atau penuh bagi jiwa yang membutuhkan, terlebih jiwa yang mengalami siksaan di purgatory.
Kelebihan kerja lembur dari orang orang suci ini, disebut “works of supererogation” ini artinya kerja yang dilakukan diluar tugas. Pemikiran ini muncul, karena beberapa orang orang suci memiliki kelebihan jasa ( lebih dari yang diperlukan bagi dirinya). Daripada hilang, Tuhan menyimpan di gereja dan bisa dipakai kembali.
Paus Clement VI, adalah orang pertama yang memberi pengumuman pada Jubilee Bull (1343 A.D.) doktrin dari “ Simpanan Gereja”= Treasury of the Church. Menurut Ludwig Ott, pembela katholik yang paling terkemuka, doktrin ini berbicara:
“Jasa (penebusan) Maria, Ibu Yesus Kristus, dan banyak lagi yang terpilih, dari yang terbesar hingga sampai yang terkecil dari mereka yang benar, yang telah menyumbang agar memperbanyak simpanan dimana gereja dapat menarik dan gunakan untuk memastikan pengurangan hukuman sementara.”
Alasan untuk menolak kepercayaan ini, ialah konsep mengenai “Jasa” yang di urus oleh gereja. Dalam Alkitab keselamatan bukan “Jasa”, tetapi diperoleh oleh kasih karunia melalui iman. Rasul Paulus dengan tegas berkata;
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. Itu bukan hasil pekerjaanmu; jangan ada orang yang memegahkan diri.” ( Efesus 2:8-9)
Sama juga di buku Roma 4:5, Rasul berkata:
“Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.”
“Bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.” (Titus 3:5)
Dalam Alkitab, jasa dan kasih karunia keduanya terpisah sama sekali. “Pemikiran bahwa seorang dapat membeli “tuntutan keampunan”, menjadi alasan utama Marthin Luther mengeluarkan reaksi keras terhadap tindakan gereja yang berlaku semena mena dan menjijikkan. Kata kata rasul Petrus yang memberi inspirasi:
“…kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu , bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, malainkan dengan darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan bercatat.” (1Petrus 1:18-19)
- Doktrin Purgatory saling bertentangan dengan doktrin Katholik yang lain.
Alasan ke enam dan terakhir, untuk menolak purgatory ialah karena saling bertentangan dengan doktrin katholik yang lain. Dikatakan katholik mengajarkan bahwa purgatory akan ditutup pada kedatangan Yesus kedua kali. Oleh sebab semua orang percaya dikatakan harus melalui siksaan di hukuman sementara oleh karena dosanya di purgatory sebelum mereka memasuki sorga, jadi apa yang akan terjadi pada jutaan umat percaya yang meninggal atau masih hidup bila Yesus kembali?
Apakah mereka akan menerima keringanan untuk diterima masuk sorga, tanpa lebih dahulu membayar hukuman sementara untuk dosa di purgatory? Kalau purgatory tidak penting bagi mereka yang mati atau hidup ketika Yesus datang kembali, mengapa itu menjadi penting bagi mereka yang hidup lama sebelum kedatangan Yesus? Apakah Tuhan membuat standard ganda dalam mengadili, bagi seorang yang dikirim ke api penyucian di purgatory, dan yang lain dibebaskan?
Semua kontradiksi yang tidak berdasar sebenarnya dapat dipecahkan dengan sangat mudah, hanya dengan mengakui bahwa pengorbanan penebusan Kristus telah berlaku bagi hukuman sementara maupun hukuman akibat dosa keseluruhan. Dengan demikian berarti tidak perlu ada purgatory. Kristus telah membayar semuanya!
Tentu saja, ini bukan berarti bahwa kita dibebaskan dari akibat dosa yang kita buat dalam kehidupan yang sekarang. Tuhan kadang membiarkan umatnya melalui kehidupan yang sakit, pencobaan, untuk mengajar dan memurnikan karakter kita.
(lihat 2Korintus 4:17; Galatia 6:7; Ibrani 12:4-11).
Tetapi kesusahan kita sekarang, jangan melawan perlunya perasaan sadar akan keadilan Tuhan yang ingin membalas dendam, sehingga merasa bahwa kita harus membayar hingga sampai uang ketip terakhir, untuk dosa dosa kita. Pengorbanan penebusan Kristus di kayu salib, telah memenuhi semua tuntutan keadilan Tuhan bagi dosa seluruh umat manusia (lihat Roma 3:21-26; 5:18-19; 2Korintus 5:21; 1 Johanes 2:2)
Kesimpulan kedua
Doktrin purgatory dan segala apa yang terkait didalamnya, mengenai simpanan jasa, tuntutan keampunan, doa doa untuk orang mati, sudah menyorot perbedaan dasar antara Katholik dan paham Alkitab mengenai keselamatan.
Dalam theology katholik, keselamatan diberikan oleh gereja, terlebih melalui sistim sakramen. Gereja memiliki hak untuk memberikan sebagian atau penuh keringanan hukuman sementara atas dosa dengan menjual, misa kudus bagi orang mati atau tuntutan keampunan Yang katanya dapat meringankan, mengurangi, hingga menghapuskan waktu yang diwajibkan untuk menjalani api penyucian di purgatory. Berbeda sekali, dimana dalam Alkitab diajarkan bahwa keselamatan adalah karunia Allah, bukan usaha dari manusia.
“Yesus telah mati untuk membayar seluruh dosa manusia.” (Roma 5:8)
“Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur bilurnya kita menjadi sembuh.” (Yesaya 53:5)
Yesus telah menderita untuk dosa kita agar kita dapat terlepas dari sengsara hukuman bagi dosa kita. Berbicara bahwa kita harus menderita untuk dosa kita, agar memenuhi syarat bagi keadilan Tuhan, adalah sama saja berkata bahwa penderitaan Kristus belum sempurna. Berbicara bahwa kita harus menebus dosa kita melalui api penyucian di purgatory, berarti menolak korban penebusan Kristus. (1 Johanes2:2)
Sehingga boleh dikatakan, bahwa doktrin katholik mengenai purgatory sama sekali bertentangan dengan semua yang Alkitab jelaskan mengenai keselamatan.
Kita setuju dengan Katholik pentingnya untuk “purgatory” atau “penyucian” atas dosa kita , sebelum kita memasuki kemuliaan KerajaanNya. Namun kita tidak setuju bagaimana untuk mencapai “kesucian” itu.
Katholik mengatakan bahwa setelah baptisan orang percaya harus menebus dosa dengan tebusan di dunia ini, melalui api penyucian di purgatory. Tetapi Alkitab mengajar bahwa, hanya darah Kristus yang dapat menghapus dosa kita. Alkitab mengakui pentingnya pencobaan dan penderitaan yang diizinkan Tuhan untuk memperbaiki karakter hidup kita. Allah Bapa kita disorga melakukan disiplin untuk kita, anak anakNya, dengan pengalaman yang wajar agar kita bertumbuh menjadi dewasa sebagai orang Kristen.
Sekali lagi Alkitab tidak pernah membuat penderitaan kita atau perbuatan untuk menebus atau penyucian dosa kita.
Diperkuat oleh ayat dalam Alkitab:
“….kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.” (1Korintus 6:11)
Bukan api di purgatory yang membersihkan orang berdosa dari setan, tetapi “darah Yesus AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.” (1Johanes1:7)
Di dunia baru, tidak akan terdengar dari orang orang tebusan kata kata kesombongan bagaimana mereka dapat berhasil memasuki kerajaan sorga, bagaimana mereka ditebus dengan membeli “surat pengampunan.” Sebaliknya mereka akan bersorak dan memuji muji Tuhan:
“Bagi Dia yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya-dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam imam bagi Allah, BapaNya- bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama lamanya. Amin.” (Wahyu 1:5.6)
Yesus Kristus, dan tidak ada lagi, adalah “api penyucian” kita, dan “purgatory”kita. Bila kita merasakan perlunya pengalaman keampunan dan penyucian yang sempurna, waktu dan tempatnya adalah sekarang, didalam hidup kita sekarang bukan setelah mati di api penyucian purgatory. Bila saudara gagal untuk hidup menurut kepada Hukum Allah, jangan jadi kecewa. Allah Bapa kita yang pengasih dan penyayang, rindu untuk mengampuni kita dan menyucikan kita dari dosa bila kita mengaku dihadapanNya:
“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (1Johanes1:9)
Apakah saya percaya dengan purgatory ? Jawaban saya; Ya, saya percaya dengan purgatory yang Allah siapkan. Dan purgatory itu adalah Yesus Kristus yang telah mengampuni dan menyucikan kita dari semua dosa kita.
22 November 2007
Dr. Samuele Bacchiocchi, mantan professor Theologi Andrews University,Michigan menamatkan gelar doctor Theologi dari Gregoria University di Roma pada tahun 1974. Salah satu buku terakhir dengan judul;”Popular Beliefs; Are they Biblical” di dalam satu bagian dia mengupas kepercayaan yang umum di kenal oleh mereka dari gereja Katholik Roma, yang sering kita dengar dengan sebutan “Purgatory”= menyucikan diri. Pokok permasalahan yang menarik untuk diketahui, dan pembahasan ini sudah diterjemahkan secara bebas.